![]() |
Eko Yulianto menunjukkan mesin absensi elektronik di sekolahnya |
Sabtu 14 Juni 2025NGANJUK, matakamera.net - Proyek pengadaan mesin absensi elektronik untuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) tahun 2023 di Kabupaten Nganjuk, terindikasi menjadi ajang praktik tindak pidana korupsi.
Proyek yang seharusnya untuk memodernisasi sistem presensi tersebut, justru dicoreng dengan dugaan mark-up harga hingga pengaplikasiannya yang amburadul.
Indikasinya terungkap dari pernyataan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SDN Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk, Eko Yulianto, saat diwawancarai wartawan di kantornya (2/6/2025).
Eko membenarkan adanya pengadaan mesin presensi elektronik merek Solution tipe X609. Mesin yang mengombinasikan sidik jari (fingerprint) dan pengenalan wajah (face recognition) ini, menurut Eko, dibeli seharga Rp 3,5 juta per unit oleh masing-masing SDN se-Kecamatan Pace.
Mekanisme pembeliannya melalui aplikasi Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.
Namun, pengakuan Eko ini justru menjadi pemicu kecurigaan. Pasalnya, Hamid Effendi, seorang aktivis antikorupsi Nganjuk, menemukan fakta yang sangat mencengangkan.
Harga mesin Solution X609 di sejumlah marketplace ternama seperti Tokopedia dan Shopee hanya berkisar Rp 1,1 juta hingga Rp 1,2 juta. Bahkan, di e-Katalog Inaproc, harga resminya hanya Rp 1,8 juta. Artinya, harga yang dibayar per sekolah Rp 3,5 juta itu jauh lebih mahal.
"Ini ada selisih lebih dari separuh dari harga pasaran. Indikasi kuat terjadi mark-up harga. Apalagi Ketua K3S Pace mengakui seluruh sekolah membeli di satu penyedia saja," tegas Hamid. Ia menduga adanya permainan harga yang terstruktur.
![]() |
Wujud mesin absensi elektronik yang dibeli dari 1 penyedia untuk seluruh SDN se-Kecamatan Pace seharga Rp 3,5 juta per unit |
Namun, pengakuan Eko ini justru menjadi pemicu kecurigaan. Pasalnya, Hamid Effendi, seorang aktivis antikorupsi Nganjuk, menemukan fakta yang sangat mencengangkan.
Harga mesin Solution X609 di sejumlah marketplace ternama seperti Tokopedia dan Shopee hanya berkisar Rp 1,1 juta hingga Rp 1,2 juta. Bahkan, di e-Katalog Inaproc, harga resminya hanya Rp 1,8 juta. Artinya, harga yang dibayar per sekolah Rp 3,5 juta itu jauh lebih mahal.
"Ini ada selisih lebih dari separuh dari harga pasaran. Indikasi kuat terjadi mark-up harga. Apalagi Ketua K3S Pace mengakui seluruh sekolah membeli di satu penyedia saja," tegas Hamid. Ia menduga adanya permainan harga yang terstruktur.
Selain itu, Hamid juga mengantongi informasi bahwa ada pihak tertentu yang mendapatkan uang cashback sebesar Rp 500 ribu dari penyedia, sebagai imbalan penjualan per unit mesin.
Untuk diketahui, sumber anggaran untuk belanja mesin absensi elektronik tersebut berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dengan 35 SDN di Kecamatan Pace, dan jika diasumsikan pola pembelian serupa terjadi di 574 SDN se-Kabupaten Nganjuk, potensi kerugian negara akibat dugaan mark-up ini bisa mencapai angka fantastis.
Mesin Canggih, Laporan Manual
Tak hanya soal harga, persoalan fungsionalitas mesin juga menjadi sorotan.
Ketua K3S SDN Kecamatan Pace Eko Yulianto mengungkapkan, beberapa mesin saat ini sudah rusak. "Sekitar 5 atau 6 sekolah yang rusak (mesinnya), sehingga proses absensi kembali dilakukan secara manual," ujar Eko yang kini menjadi Kepala SDN Sanan 1 Pace tersebut.
Lebih ironis lagi, mesin-mesin canggih ini belum terkoneksi atau terintegrasi secara online dengan Dinas Pendidikan Nganjuk.
Akibatnya, laporan absensi bulanan masih harus disetorkan secara manual, sama seperti era sebelum ada mesin elektronik.
Aktivis antikorupsi Hamid Effendi mempertanyakan efektivitas proyek yang menghabiskan anggaran tidak sedikit ini.
"Ini bisa disebut mesin yang gagal fungsi atau fungsinya amburadul. Tidak bermanfaat karena faktanya masih dilakukan laporan secara manual," kritik Hamid.
Pengadaan mesin absensi elektronik pada tahun 2023 ini adalah kali kedua, setelah pengadaan perdana pada tahun 2017.
Mesin sebelumnya hanya menggunakan sidik jari, sementara yang baru disebut-sebut menggunakan retina mata atau wajah. Namun, perbaikan teknologi tidak lantas menjamin kinerja yang lebih baik.
Hamid Effendi mengatakan, temuan-temuan ini sudah sangat jelas mengarah pada tindak pidana korupsi. Ia berencana akan segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan Nganjuk, Moch Jaenuri, yang ditemui wartawan pada Jumat (13/6/2025), belum bersedia memberikan komentar terkait persoalan ini.
Rif/Pas/2025
Tak hanya soal harga, persoalan fungsionalitas mesin juga menjadi sorotan.
Ketua K3S SDN Kecamatan Pace Eko Yulianto mengungkapkan, beberapa mesin saat ini sudah rusak. "Sekitar 5 atau 6 sekolah yang rusak (mesinnya), sehingga proses absensi kembali dilakukan secara manual," ujar Eko yang kini menjadi Kepala SDN Sanan 1 Pace tersebut.
Lebih ironis lagi, mesin-mesin canggih ini belum terkoneksi atau terintegrasi secara online dengan Dinas Pendidikan Nganjuk.
Akibatnya, laporan absensi bulanan masih harus disetorkan secara manual, sama seperti era sebelum ada mesin elektronik.
Aktivis antikorupsi Hamid Effendi mempertanyakan efektivitas proyek yang menghabiskan anggaran tidak sedikit ini.
"Ini bisa disebut mesin yang gagal fungsi atau fungsinya amburadul. Tidak bermanfaat karena faktanya masih dilakukan laporan secara manual," kritik Hamid.
![]() |
Aktivis Hamid Effendi menunjukkan mesin absensi elektronik di SD Kecamatan Pace |
Pengadaan mesin absensi elektronik pada tahun 2023 ini adalah kali kedua, setelah pengadaan perdana pada tahun 2017.
Mesin sebelumnya hanya menggunakan sidik jari, sementara yang baru disebut-sebut menggunakan retina mata atau wajah. Namun, perbaikan teknologi tidak lantas menjamin kinerja yang lebih baik.
Hamid Effendi mengatakan, temuan-temuan ini sudah sangat jelas mengarah pada tindak pidana korupsi. Ia berencana akan segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan Nganjuk, Moch Jaenuri, yang ditemui wartawan pada Jumat (13/6/2025), belum bersedia memberikan komentar terkait persoalan ini.
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Posting Komentar