MA Kabulkan Gugatan Rachmawati Soekarnoputri soal Pilpres, Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Batal?

Gugatan Rachamawati Soekarnoputri telah dikabulkan MA sejak 28 Oktober 2019, namun baru ramai dibahas setelah diunggah di laman direktori MA pada 3 Juli 2020

Selasa 7 Juli 2020
by Panji LS

matakamera, Jakarta - Setahun usai Pilpres 2019, publik kembali dihebohkan pembahasan soal kontestasi politik lima tahunan tersebut.

Tepatnya, setelah beredar salinan hasil putusan Mahkamah Agung (MA), pada 3 Juli 2020, yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019. Putusan tersebut berdasarkan gugatan sengketa pilpres yang diajukan Rachmawati Sukarnoputri dan enam orang pemohon lainnya.

Dilansir CNN.com (7/7), ketentuan yang digugat adalah Pasal 3 ayat (7) PKPU yang mengatur soal penetapan pemenang Pilpres. Dalam aturan itu, dinyatakan apabila terdapat dua pasangan calon (paslon) dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan paslon yang memperoleh suara terbanyak sebagai paslon terpilih.

"Menerima dan mengabulkan permohonan uji materiil/keberatan yang diajukan para pemohon untuk seluruhnya," seperti dikutip dari salinan di situs Direktori Putusan MA, Selasa (7/7).

Cuplikan salinan putusan MA terkait gugatan pasal 3 ayat (7) PKPU

Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa PKPU tersebut bertentangan dengan Pasal 416 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu menjelaskan bahwa paslon terpilih adalah paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres, dengan sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Sesuai hirarki perundang-undangan, PKPU itu dinilai MA telah melebihi aturan UU Pemilu yang lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan asas keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.

"Menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," katanya.

Perkara ini diputus oleh Ketua Majelis Hakim Supandi dengan anggota majelis Irfan Fachruddin dan Is Sudaryono pada 28 Oktober 2019. Namun salinan putusannya baru diunggah di situs MA pada 3 Juli lalu.

Perkara ini berawal dari gugatan Rachmawati yang kala itu menjadi Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke MA terkait PKPU soal Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilu. Gugatan diajukan pada 13 Mei 2019.

Rachmawati mengatakan, uji materi dilakukan karena pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5/2019 cacat hukum. Ia juga merasa hasil penghitungan suara pada pemilu 2019 diduga terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Ketentuan Pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5/2019 dinilai berada di luar kewenangan KPU selaku penyelenggara negara, yakni mengurusi teknis pemilu. Beleid tersebut merupakan norma baru yang disebut tidak memiliki sandaran hukum, baik UUD 1945 dan UU Pemilu.

Berdasarkan hasil Pilpres 2019, Joko Widodo yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin saat itu berhasil meraup kemenangan 55,5 persen setelah menang di 21 provinsi. Sementara Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi.

Yusril dan Mardani Angkat Bicara

Sementara itu, dilansir detik.com (7/7), pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra berpendapat, putusan MA itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum Jokowi dalam Pilpres 2019," ujar Yusril dalam keterangan tertulis.

Adapun aturan yang dimenangkan Rachmawati kemudian dihapus MA adalah Pasal 3 ayat 7 Peraturan KPU Nomor 5/2019 yang berbunyi:

Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai pasangan calon terpilih.

Menurut Yusril, putusan tersebut tidak ada kaitannya dengan hasil Pilpres 2019. Ia mengingatkan, MA tidak punya wewenang terhadap sengketa pilpres, melainkan Mahkamah Konstitusi yang memiliki wewenang.

Lagipula, putusan MA tersebut dikatakan Yusril tidak berlaku surut.

Di tempat lain, putusan MA itu juga direspons oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Dilansir viva.co.id (7/7), Mardani meminta putusan MA ini tidak diabaikan begitu saja, tetapi perlu ada tindak lanjut dari KPU.

"Apresiasi pada MA yang bekerja profesional. KPU perlu menindak lanjuti keputusan MA untuk perbaikan ke depan," kata Mardani kepada wartawan, Selasa 7 Juli 2020.

Meski MA telah mempublikasikan kepada masyarakat, namun Mardani mempertanyakan mengapa MA baru mengeluarkan putusan itu sekarang. Dengan adanya putusan ini, perlu adanya kajian apakah ada dampak hasil pemilu 2019 lalu di mana pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin keluar sebagai pemenang.

Pada prinsipnya, PKS, Kata Mardani, tetap berpegang teguh pada undang-undang yang ada.

"PKS akan terus mendorong semua pihak berpegang pada ketentuan perudang-undangan," ujarnya.
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System