Digempur Budaya Impor, Anak-Anak SD di Nganjuk Ini Masih Cinta dan Mahir Musik Gamelan

Gamelan Cilik
Kelompok musik gamelan Jawa klasik yang beranggotakan anak-anak usia SD asal Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur (matakamera/foto : PL)
20 April 2016 | by Panji Lanang Satriadin

matakamera, Nganjuk – Ada banyak cara yang bisa dilakukan, untuk terus menghidupkan tradisi lokal di tengah gempuran pesat teknologi era digital. Salah satunya seperti kegiatan seni yang dilakukan anak-anak sekolah dasar (SD), di Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur ini.

Dengan perlengkapan musik tradisional Jawa bernama gamelan yang dimiliki, mereka yang berjumlah sekitar 20 anak secara rutin berlatih mencintai dan mempraktikkan langsung tradisi Jawa karawitan. Setiap hari Minggu, salah satu guru di sekolah ini yang memiliki bakat seni gemelan mengajari anak-anak. “Sejak dahulu selalu ada latihan karawitan rutin. Cukup banyak anak-anak yang bergabung dan suka bermain gamelan di sini,” ujar Agus Wiyanto, salah satu staf di SD setempat yang ikut membantu latihan.

Anak-anak yang rata-rata berusia 9-12 tahun itu dilatih bermain gamelan sambil menembangkan lagu-lagu dolanan khas Jawa yang kini sudah nyaris punah dan bahkan asing di telinga anak-anak kebanyakan, apalagi yang ada di perkotaan.

Tak heran, meski masih berusia dini, anak-anak ini bisa membaca titi nada laras slendro dan pelog khas tembang Jawa. “Sudah ada rangkaian titi nada lagunya. Mereka sudah bisa membaca sendiri,” jelasnya.

Menurut Agus, sekolahnya memang sengaja memberikan ruang bagi generasi muda untuk mempraktekkan langsung kesenian Jawa. Apalagi, saat ini sangat susah mengajak anak-anak gemar seni tradisional. Kegiatan karawitan pun disebutnya secara tidak langsung melatih kemampuan mereka untuk bekerja sama. “Kunci utama permainan karawitan adalah ketepatan dan kerja sama.

Dengan kerja sama yang baik, permainan cantik, pun sebaliknya. Karenanya, permainan gamelan ini tak hanya sekadar memainkan alat musik tradisional. Tapi ada nilai kerja sama yang dijunjung tinggi,” urai Agus.

Tak hanya sekadar berlatih, anak-anak SD di kaki Gunung Wilis ini juga sudah sering mengikuti pentas pertunjukan di desa-desa, hingga pada acara hari-hari besar seperti Hari Kartini atau peringatan 17 Agustus. Denga begitu, orang-orang termasuk orang tua akan tahu bahwa anak-anak penerus generasi bangsa dari Kabupaten Nganjuk, masih bisa diandalkan untuk melestarikan tradisi leluhur mereka. (ab)

Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System