![]() |
Foto ilustrasi AI oleh matakamera.net |
Tak hanya itu, laba penjualan pupuk selama bertahun-tahun pun dipertanyakan, menyeret nama mantan Ketua Poktan yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun (Kasun) Plagri, Eram.
Seorang anggota Poktan Sri Mulyo 2, yang enggan disebut namanya, mengungkapkan keresahan para petani. "Kami dan seluruh anggota mempertanyakan ke mana larinya modal Poktan sebesar Rp 17.800.000 di masa kepemimpinan Eram," ujarnya dengan nada penuh harap.
Eram diketahui telah menjabat ketua selama bertahun-tahun sebelum akhirnya mengundurkan diri pada awal 2025 ini.
Dana PUAP dan Laba Pupuk dalam Sorotan
Tak hanya modal awal, pengelolaan laba penjualan pupuk juga menjadi ganjalan.
Selama Eram menjabat, anggota Poktan mempertanyakan transparansi dan aliran dana dari keuntungan penjualan pupuk. Isu ini mengundang perhatian serius dari Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia (LKHPI).
Direktur LKHPI, Hamid Efendi, tak menampik adanya potensi pelanggaran hukum dan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan anggaran Poktan Sri Mulyo 2 ini. "Kami melihat ada indikasi kuat ke arah itu.
Dalam waktu dekat, kami berencana akan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum," tegas Hamid, mengisyaratkan langkah hukum yang akan ditempuh.
Sementara itu, dikonfirmasi pada Selasa (1/7/2025), Eram mengakui memang menandatangani saat penerimaan anggaran Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk Poktan Sri Mulyo 2.
Namun, ia bersikukuh tidak memegang uangnya sama sekali. "Itu dikelola oleh pengurus lainnya," dalih Eram.
Ia juga menyebut nominal uang yang diterimanya sebesar Rp 17 juta, berbeda dengan angka yang disebutkan anggota Poktan, yakni Rp 17.800.000.
Eram berdalih, saat rapat musyawarah pergantian dirinya, ia sudah melemparkan pertanyaan kepada anggota dan ketua baru, apakah ada yang ingin ditanyakan atau diminta. "Tapi tidak ada yang bertanya," klaimnya.
Ia juga mengakui masih menyimpan uang kas poktan beberapa juta rupiah dan satu unit mesin alsintan penggilingan padi, namun lagi-lagi ia merasa tidak ada yang menanyakan atau memintanya.
Terkait penjualan pupuk, Eram menjelaskan bahwa pupuk dijual sesuai kesepakatan seharga Rp 140 ribu per karung, dengan Rp 10 ribu dialokasikan untuk dirinya sebagai biaya pinjaman bank. "Karena pada saat itu saya meminjam bank untuk modal poktan," jelasnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan segera mendapatkan kejelasan dari pihak berwenang. Akankah misteri dana Poktan Sri Mulyo 2 ini terungkap dan keadilan ditegakkan bagi para petani? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Posting Komentar