![]() |
Gambar ilustrasi AI matakamera.net |
Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan Indonesia (LKHPI) menilai terdapat indikasi penyimpangan serius dalam mekanisme tender.
Hamid Efendi, Direktur LKHPI, menyebut sejumlah paket pengadaan alkes bernilai miliaran rupiah tidak dijalankan sebagai satu kesatuan, melainkan dipisah menjadi beberapa tender dengan vendor berbeda.
“Pemecahan paket ini rawan melanggar aturan. Kalau tujuannya hanya untuk menghindari lelang besar atau memberi ruang kepada penyedia tertentu, jelas berpotensi masuk ranah hukum,” tegas Hamid Efendi, Rabu (24/9/2025).
Langkah hukum tengah disiapkan aktivis, dengan rencana melaporkan dugaan pelanggaran itu ke aparat penegak hukum.
Hamid menambahkan, minimnya transparansi informasi dari pihak rumah sakit semakin memperkuat kecurigaan publik. Akses terhadap detail anggaran, spesifikasi alkes, hingga proses penunjukan penyedia barang disebut nyaris tertutup.
“RSUD Nganjuk seharusnya memberi penjelasan terbuka. Ini menyangkut uang negara yang besar, jangan sampai publik hanya mendapat kabar simpang siur tanpa klarifikasi resmi,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun matakamera.net, setidaknya ada tiga paket besar yang dipertanyakan, antara lain Belanja Alkes (Suku Cadang) – pengadaan barang dengan metode pengadaan langsung (PL) senilai Rp 8.120.773.848.
Lalu, Belanja Suku Cadang Alat Laboratorium Patologi Klinik – pembelian reagen dan suku cadang dengan pagu Rp 3.037.115.132, metode PL,
Serta, Belanja Sewa Peralatan dan Mesin – jenis pengadaan jasa lainnya dengan anggaran Rp 2.868.428.746, metode PL.
Total nilai pengadaan melalui skema BLUD ini mencapai belasan miliar rupiah.
Publik mempertanyakan alasan pemecahan paket, karena berpotensi mengurangi efektivitas, memunculkan konflik kepentingan, bahkan membuka peluang praktik gratifikasi.
Hamid Efendi menegaskan, regulasi jelas melarang split tender apabila tujuannya sekadar menghindari mekanisme lelang besar atau mengarahkan ke penyedia tertentu.
Pemecahan hanya dibolehkan bila ada alasan teknis yang sahih, seperti spesifikasi alat berbeda, penyedia terbatas, atau kebutuhan distribusi tertentu.
“BLUD memang memberi fleksibilitas belanja langsung, tetapi tetap harus transparan dan akuntabel. Kalau tidak, fleksibilitas ini justru menjadi celah penyalahgunaan anggaran,” pungkas Efendi.
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Posting Komentar