![]() |
| Sidang lanjutan gugatan perdata BRI di PN Ponorogo, Rabu (22/10/2025) |
Dalam perkara ini, Samsuri menggugat BRI sebesar Rp50 miliar atas dugaan pencemaran nama baik yang menimbulkan kerugian psikologis dan sosial bagi dirinya serta keluarganya.
Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika pegawai BRI Unit Pasar Pon, Kantor Cabang Pembantu Ponorogo, pada akhir Januari 2025 memasang stiker penanda penunggak utang di rumah Samsuri.
Masalahnya, Samsuri mengaku bukan nasabah bank tersebut dan tidak pernah memiliki pinjaman atau kewajiban apapun kepada BRI. Tindakan itu membuat Samsuri keberatan dan merasa tercemar nama baiknya di mata tetangga dan rekan bisnis.
Samsuri lalu mengajukan gugatan ke PN Ponorogo pada 22 April 2025, menuntut ganti rugi senilai Rp50 miliar atas perbuatan yang dianggap melanggar hukum dan mencoreng kehormatannya.
Saksi ahli dihadirkan untuk memperjelas aspek hukum yang menjadi inti gugatan, terutama terkait mekanisme perjanjian dan pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) oleh pihak BRI.
Kuasa hukum Samsuri, Haris Azhar melalui tim hukumnya Wahyu Dhita Putranto, menyebut kehadiran saksi ahli menjadi titik krusial dalam membongkar kelemahan administratif yang dilakukan bank pelat merah tersebut.
“Dari keterangan saksi ahli, ada beberapa poin penting yang justru menguatkan dalil gugatan kami terhadap BRI,” ujar Wahyu usai sidang.
Menurut Wahyu, salah satu poin yang disorot adalah SOP penempelan pemberitahuan yang menjadi pokok sengketa.
Saksi ahli menegaskan bahwa tindakan administratif seperti pemberitahuan kepada pihak ketiga harus dilakukan sesuai kaidah hukum yang sah dan tertulis. Dalam kasus Samsuri, langkah yang dilakukan BRI dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Lebih jauh, Wahyu menegaskan bahwa Samsuri sama sekali tidak memiliki hubungan hukum dengan BRI. Ia bukan debitur, tidak pernah mengajukan pinjaman, dan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap bank tersebut.
“Ini penting diketahui publik karena banyak yang masih salah paham, mengira beliau punya utang yang belum dibayar. Itu tidak benar sama sekali,” tegas Wahyu.
Menurutnya, kesalahpahaman itu telah menimbulkan kerugian immateriil bagi kliennya. Samsuri dan keluarganya mengalami tekanan psikologis dan rasa malu akibat isu yang berkembang di masyarakat.
“Dampaknya sangat besar secara mental. Karena itu, kami ingin meluruskan perkara ini agar publik memahami duduk persoalannya secara objektif,” ujarnya.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada 12 November 2025, dengan agenda pemeriksaan satu saksi tambahan dari pihak penggugat. Setelah itu, proses akan berlanjut ke pemeriksaan setempat (PS), tahap kesimpulan, dan pembacaan putusan oleh majelis hakim.
“Harapan kami, seluruh rangkaian sidang bisa rampung tahun ini, agar kejelasan hukum bisa segera didapatkan,” ucap Wahyu.
Menariknya, Wahyu juga menyinggung bahwa keterangan saksi ahli dari pihak BRI pada sidang sebelumnya justru memperkuat posisi hukum penggugat.
Menurut Wahyu, pernyataan saksi ahli bank malah mengonfirmasi bahwa tindakan BRI terhadap Samsuri tidak memiliki dasar hukum yang kokoh. “Ini tentu menjadi catatan penting dalam proses pembuktian,” tambahnya.
Meskipun sempat mengajukan permintaan agar saksi tambahan diperiksa langsung usai saksi ahli hari ini, majelis hakim menunda pemeriksaan karena alasan teknis. Namun, Wahyu menyatakan pihaknya siap menghadapi sidang lanjutan.
“Kami sudah siapkan semuanya sejak awal. Tinggal mengikuti proses sesuai jadwal yang ditetapkan pengadilan,” pungkasnya.
Sementara itu, Irwan Tricahyono, kuasa hukum BRI, memilih bungkam saat dimintai tanggapan oleh media usai persidangan.
Rif/Pas/2025
Masalahnya, Samsuri mengaku bukan nasabah bank tersebut dan tidak pernah memiliki pinjaman atau kewajiban apapun kepada BRI. Tindakan itu membuat Samsuri keberatan dan merasa tercemar nama baiknya di mata tetangga dan rekan bisnis.
Samsuri lalu mengajukan gugatan ke PN Ponorogo pada 22 April 2025, menuntut ganti rugi senilai Rp50 miliar atas perbuatan yang dianggap melanggar hukum dan mencoreng kehormatannya.
Sidang kali ini menghadirkan saksi ahli dari pihak penggugat, Dr. Ghansam Anand, S.H., M.Kn., akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Saksi ahli dihadirkan untuk memperjelas aspek hukum yang menjadi inti gugatan, terutama terkait mekanisme perjanjian dan pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) oleh pihak BRI.
Kuasa hukum Samsuri, Haris Azhar melalui tim hukumnya Wahyu Dhita Putranto, menyebut kehadiran saksi ahli menjadi titik krusial dalam membongkar kelemahan administratif yang dilakukan bank pelat merah tersebut.
“Dari keterangan saksi ahli, ada beberapa poin penting yang justru menguatkan dalil gugatan kami terhadap BRI,” ujar Wahyu usai sidang.
Menurut Wahyu, salah satu poin yang disorot adalah SOP penempelan pemberitahuan yang menjadi pokok sengketa.
Saksi ahli menegaskan bahwa tindakan administratif seperti pemberitahuan kepada pihak ketiga harus dilakukan sesuai kaidah hukum yang sah dan tertulis. Dalam kasus Samsuri, langkah yang dilakukan BRI dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Lebih jauh, Wahyu menegaskan bahwa Samsuri sama sekali tidak memiliki hubungan hukum dengan BRI. Ia bukan debitur, tidak pernah mengajukan pinjaman, dan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap bank tersebut.
“Ini penting diketahui publik karena banyak yang masih salah paham, mengira beliau punya utang yang belum dibayar. Itu tidak benar sama sekali,” tegas Wahyu.
Menurutnya, kesalahpahaman itu telah menimbulkan kerugian immateriil bagi kliennya. Samsuri dan keluarganya mengalami tekanan psikologis dan rasa malu akibat isu yang berkembang di masyarakat.
“Dampaknya sangat besar secara mental. Karena itu, kami ingin meluruskan perkara ini agar publik memahami duduk persoalannya secara objektif,” ujarnya.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada 12 November 2025, dengan agenda pemeriksaan satu saksi tambahan dari pihak penggugat. Setelah itu, proses akan berlanjut ke pemeriksaan setempat (PS), tahap kesimpulan, dan pembacaan putusan oleh majelis hakim.
“Harapan kami, seluruh rangkaian sidang bisa rampung tahun ini, agar kejelasan hukum bisa segera didapatkan,” ucap Wahyu.
Menariknya, Wahyu juga menyinggung bahwa keterangan saksi ahli dari pihak BRI pada sidang sebelumnya justru memperkuat posisi hukum penggugat.
Menurut Wahyu, pernyataan saksi ahli bank malah mengonfirmasi bahwa tindakan BRI terhadap Samsuri tidak memiliki dasar hukum yang kokoh. “Ini tentu menjadi catatan penting dalam proses pembuktian,” tambahnya.
Meskipun sempat mengajukan permintaan agar saksi tambahan diperiksa langsung usai saksi ahli hari ini, majelis hakim menunda pemeriksaan karena alasan teknis. Namun, Wahyu menyatakan pihaknya siap menghadapi sidang lanjutan.
“Kami sudah siapkan semuanya sejak awal. Tinggal mengikuti proses sesuai jadwal yang ditetapkan pengadilan,” pungkasnya.
Sementara itu, Irwan Tricahyono, kuasa hukum BRI, memilih bungkam saat dimintai tanggapan oleh media usai persidangan.
Rif/Pas/2025

0 komentar:
Posting Komentar