![]() |
| Gambar ilustrasi AI matakamera.net |
NGANJUK, matakamera.net – Bau korupsi tercium dari pelaksanaan Proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2023, di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nganjuk. Proyek bernilai Rp50,6 miliar itu disorot lantaran sarat dugaan penyimpangan.
Uang negara yang digunakan untuk merehabilitasi dan membangun sarana prasarana di puluhan SD dan SMP negeri itu ternyata dijalankan dengan pola swakelola tipe 1.
Pengamat kebijakan publik Hery Endarto menyebut, pola ini tidak lazim dan rawan diselewengkan.
“Swakelola tipe 1 itu artinya semua proses mulai dari perencanaan, pengerjaan fisik, hingga pengawasan dilakukan sendiri oleh Dinas Pendidikan. Tidak melibatkan pihak luar,” terang Hery, Jumat (23/10/2025).
Masalahnya, lanjut Hery, Disdik Nganjuk jelas tidak punya kemampuan teknis membangun gedung sekolah. "Ini bukan hanya keliru, tapi patut dicurigai ada motif tertentu," imbuhnya.
Menurut Hery Endarto, berdasarkan Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021, penggunaan swakelola tipe 1 hanya diperbolehkan jika lembaga pemerintah memiliki tenaga teknis dan sarana pelaksanaan yang memadai. Sayangnya, Disdik Nganjuk bukanlah lembaga teknis konstruksi.
“Mereka bukan PUPR, bukan kontraktor. Jadi apa alasannya memaksakan pakai swakelola tipe 1?” sindirnya tajam.
Lebih lanjut Hery menilai keputusan itu justru membuka ruang lebar bagi praktik curang. Ia menyoroti pengadaan bahan material seperti semen, pasir, batu, dan besi yang seluruhnya dikelola langsung oleh dinas.
“Dalam sistem seperti ini, potongan harga atau cashback dari supplier rawan tidak tercatat. Artinya, ada potensi kebocoran uang negara,” ujarnya.
Ia menduga pelaksanaan proyek di lapangan tak sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan. “Sering kali ada pihak ketiga yang sebenarnya ikut mengerjakan proyek, tapi tidak tercatat secara resmi. Ini modus lama yang dibungkus rapi lewat istilah swakelola,” ungkapnya.
Hery juga menilai langkah Disdik Nganjuk menabrak Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kalau memang ingin melibatkan sekolah atau masyarakat, seharusnya menggunakan swakelola tipe 2, 3, atau 4. Bukan tipe 1 yang justru paling riskan,” tandasnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi ke pihak Dinas Pendidikan sampai saat ini masih nihil. Sekretaris Disdik Nganjuk, Restiyan, saat didatangi wartawan di kantornya tak pernah bisa ditemui. Begitu pula pesan konfirmasi yang dikirim melalui WhatsApp juga belum dibalas hingga berita ini ditulis.
Untuk diketahui, proyek DAK Fisik Pendidikan 2023 itu dialokasikan untuk 40 lembaga pendidikan, yang terdiri dari 30 SDN dan 10 SMPN di berbagai kecamatan di Nganjuk. Total anggaran mencapai Rp50,6 miliar dan seluruhnya dikerjakan dengan mekanisme swakelola tipe 1.
Rif/Pas/2025
Uang negara yang digunakan untuk merehabilitasi dan membangun sarana prasarana di puluhan SD dan SMP negeri itu ternyata dijalankan dengan pola swakelola tipe 1.
Pengamat kebijakan publik Hery Endarto menyebut, pola ini tidak lazim dan rawan diselewengkan.
“Swakelola tipe 1 itu artinya semua proses mulai dari perencanaan, pengerjaan fisik, hingga pengawasan dilakukan sendiri oleh Dinas Pendidikan. Tidak melibatkan pihak luar,” terang Hery, Jumat (23/10/2025).
Masalahnya, lanjut Hery, Disdik Nganjuk jelas tidak punya kemampuan teknis membangun gedung sekolah. "Ini bukan hanya keliru, tapi patut dicurigai ada motif tertentu," imbuhnya.
Menurut Hery Endarto, berdasarkan Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021, penggunaan swakelola tipe 1 hanya diperbolehkan jika lembaga pemerintah memiliki tenaga teknis dan sarana pelaksanaan yang memadai. Sayangnya, Disdik Nganjuk bukanlah lembaga teknis konstruksi.
“Mereka bukan PUPR, bukan kontraktor. Jadi apa alasannya memaksakan pakai swakelola tipe 1?” sindirnya tajam.
Lebih lanjut Hery menilai keputusan itu justru membuka ruang lebar bagi praktik curang. Ia menyoroti pengadaan bahan material seperti semen, pasir, batu, dan besi yang seluruhnya dikelola langsung oleh dinas.
“Dalam sistem seperti ini, potongan harga atau cashback dari supplier rawan tidak tercatat. Artinya, ada potensi kebocoran uang negara,” ujarnya.
Ia menduga pelaksanaan proyek di lapangan tak sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan. “Sering kali ada pihak ketiga yang sebenarnya ikut mengerjakan proyek, tapi tidak tercatat secara resmi. Ini modus lama yang dibungkus rapi lewat istilah swakelola,” ungkapnya.
Hery juga menilai langkah Disdik Nganjuk menabrak Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kalau memang ingin melibatkan sekolah atau masyarakat, seharusnya menggunakan swakelola tipe 2, 3, atau 4. Bukan tipe 1 yang justru paling riskan,” tandasnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi ke pihak Dinas Pendidikan sampai saat ini masih nihil. Sekretaris Disdik Nganjuk, Restiyan, saat didatangi wartawan di kantornya tak pernah bisa ditemui. Begitu pula pesan konfirmasi yang dikirim melalui WhatsApp juga belum dibalas hingga berita ini ditulis.
Untuk diketahui, proyek DAK Fisik Pendidikan 2023 itu dialokasikan untuk 40 lembaga pendidikan, yang terdiri dari 30 SDN dan 10 SMPN di berbagai kecamatan di Nganjuk. Total anggaran mencapai Rp50,6 miliar dan seluruhnya dikerjakan dengan mekanisme swakelola tipe 1.
Rif/Pas/2025

0 komentar:
Posting Komentar