Kaum Marjinal Nganjuk Hanya Terima Bantuan Rp 3000 per Hari

Nganjuk
Budiono dalam rapat dengar pendapat membahas kaum marjinal Nganjuk, 5 Juni 2016
matakamera, Nganjuk - Kondisi kaum marjinal Nganjuk belum mendapat perhatian serius dari pemerintahan setempat. Pemerintah Nganjuk terkesan setengah hati mengatasi kaum terpinggir ini. Mereka adalah kaum waria, gay, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban pelecehan seksual, anak-anak terlantar, dan sebagainya. Di Kabupaten Nganjuk, sedikitnya terdapat 1500 warga marjinal, tersebar di 20 wilayah kecamatan Nganjuk.
Iqbal, (35), Ketua Lembaga Kesejahteraan Sosial Anjuk Ladang (LKSAL) menyatakan, dari total warga marjinal di Nganjuk, hanya sekitar 2 persen saja yang mendapat perhatian pemerintah. Yakni, 120 anak dari total mendapat uang makan tiap anak Rp 3000 per harinya.
“Bantuan  buat makan sehari-hari dari pemerintah pusat,” terang Iqbal dalam dengar pendapat wawasan kebangsaan bersama anggota MPR RI yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Jawa Timur, Drs. H.A. Budiono, M.Ed di salah satu rumah makan Kecamatan Sukomoro, Minggu, 05 Juni 2016.
Dari APBD Kabupaten Nganjuk, lanjut Iqbal, sudah tiga tahun terakhir ini memberikan bantuan sarana dan prasarana, berupa peralatan tidur bagi 100 anak. Selebihnya, Iqbal mendapatkan bantuan dari sejumlah donatur guna menghidupi ribuan anak binaannya tersebut.
Iqbal mengaku, selama bergaul bersama para kaum marjinal, banyak pengalaman baru yang diperolehnya. Diantaranya, mereka banyak yang berperilaku menyimpang dari orang kebanyakan. Selain itu, mereka lebih memilih hidup bebas ketimbang terkekang dalam sebuah komunitas. Tak heran, mereka sulit dikontrol keberadaannya sehingga banyak ditemukan di lokasi remang-remang dan sepi. Lebih-lebih membawanya kembali kepada dunia yang sewajarnya, Iqbal memilih pasrah.
“Kalau Berty (kaum waria,Red) disuruh kembali menjadi Baroto (kaum laki-laki,Red), kemungkinan berhasil kecil sekali. Satu-satunya cara dengan memberi peluang pekerjaan bagi mereka,” tegas Iqbal.
Keluhan serupa disampaikan Trisna, Ketua Forum Spirit Pelangi Nganjuk, persoalan ODHA di Nganjuk sudah mencapai titik memprihatinkan. Kendati demikian, perempuan yang bergerak dalam bidang sosial orang-orang terjangkit penyakit HIV/AIDS ini terus berusaha agar penderitanya tidak bertambah. “Program kelembagaan dari forum, ODHA stop di sini!,” tutur perempuan yang mengaku sejak 2006 memulai kiprahnya dalam menangani ODHA di Nganjuk.
Budiono, anggota MPR RI menanggapi serius, minimnya perhatian pemerintah terhadap kaum marjinal di Nganjuk. Menurutnya, berdasarkan sistem perencanaan pembangunan daerah (SPPD), baik seorang gubernur, bupati maupun wali kota berkewajiban mengatasi masalah-masalah sosial di daerahnya masing-masing. Termasuk persoalan ODHA  sehingga jumlahnya tidak semakin bertambah.
“Berjalan tidaknya program pengentasan kaum marjinal di daerah tergantung visi dan visi dari seorang pemimpin kepala daerahnya masing-masing,”  tukas pria yang mulai terang-terangan ingin macung sebagai bupati Nganjuk periode mendatang ini.(*)

Editor : Panji Lanang Satriadin
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System