Uniknya Sekolah Rakyat di Nganjuk : Murid Boleh Momong Anak, Gurunya Dibayar Tiwul

Nganjuk
Suasana unik dan berkesan tampak dalam aktivitas Sekolah Rakyat Dusun Petungulung, Desa Margopatut, Kecamatan Sawahan, Nganjuk ketika dilaunching secara resmi pada 9 Juni 2016 (mtk/ro)
10 Juni 2016

Pendidikan itu tidak terbatas usia, tempat, bahkan dinding ruang kelas. Seperti hanya yang dilakukan warga di lereng Gunung Wilis, Kabupaten Nganjuk ini, yang memiliki wahana pendidikan unik bernama Sekolah Rakyat. Kegiatannya mirip pendidikan vokasi namun tanpa kurikulum.

matakamera, Nganjuk -  Dusun Petungulung, Desa Margopatut, Kecamatan Sawahan, adalah sebuah dusun kecil di lereng Wilis. Lokasinya berjarak sekitar 25 kilometer di selatan jantung Kota Nganjuk.

Di dekat area persawahan dan aliran sungai jernih di dusun inilah, berdiri sebuah bangunan gubuk sederhana, berukuran sekitar 3 x 6 meter, yang difungsikan oleh warga setempat sebagai 'gedung sekolah'.

Namun, jangan bayangkan bentuknya seperti sekolah pada umumnya. Selain tanpa dinding dan hanya beratapkan ilalang, para muridnya pun terdiri dari warga dusun yang berumur antara 35-60 tahun. Artinya, mereka adalah orang-orang yang sudah berumah tangga dan kaum pekerja. Maka tidak heran, jika ada beberapa murid wanita  yang diperbolehkan menggendong dan momong anak balitanya sembari mengikuti pelajaran.

Materi pelajarannya pun sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Murid tidak diajar oleh guru resmi, melainkan relawan yang menjadi tutor. Jam pelajaran disepakati pukul 09.00 pagi sepulang dari sawah, ladang atau memasak di dapur, dan berakhir sekitar pukul 11.00. "Kulo belajar ndamel tumbu, kersane saget disade, damel tambahan blonjo," ujar Kustiyah, 45, salah satu murid Sekolah Rakyat, ketika ditemui matakamera.net pada Kamis 9 Juni 2016.

Ibu-ibu paruh baya ini sedang praktek didampingi  tutor, membuat baskom tradisional berbahan anyaman bambu.

Sementara murid yang lain, tampak bergerombol di gubuk sebelahnya sedang mendapatkan penjelasan dari tutor tentang teknik memasak tiwul, untuk diproses dalam bentuk kemasan  siap jual. "Niki mangke disade teng kutho Mas," ujar Ponirah, 52, yang mengaku tidak bisa menulis karena tidak tamat SD.

Pengalaman unik dan berkesan juga dirasakan para pengajar. Seperti pengakuan Siti Nur Imamah, salah satu relawan tutor, yang menyebut bahwa Sekolah Rakyat di Dusun Petungulung adalah aktivitas pendidikan kreatif yang mengutamakan prinsip kemandirian, santun dan dapat meningkatkan taraf hidup.

Diapun juga tidak mendapat upah atau gaji uang layaknya guru resmi."Sesekali mentornya disangoni tiwul, kunir asem. Jika butuh sarana pendukung ya urunan seadanya," ujar wanita yang sehari-hari aktif mengajar di sebuah SMA  di Nganjuk ini.

Keberlangsungan Sekolah Rakyat ini juga mendapat tempat tersendiri di hati Sawahan Bambang Subagiyo. Dia mengaku bangga dan mendukung penuh kreativitas warga melalui karang taruna setempat itu.

Sang camat pun mengaku siap menfasilitasi dinas terkait untuk bisa ikut mendukung, sehingga warga setempat bisa mandiri dan sejahtera berkat kreativitas mereka sendiri."Kami bertanggungjawab untuk memberikan pendampingan dengan menghadirkan dinas terkait," ujar Bambang, di tengah launching Sekolah Rakyat pada Kamis 9 Juni 2016, dengan mengundang Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Pertambangan dan Energi (Disperindagkoptamben) Nganjuk, Dinas Pertanian Nganjuk, dan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Nganjuk.

Rr. Heni Rochtanti, Kepala Disperindagkoptamben Nganjuk pun menyambung, bahwa pihaknya sangat mendukung program tersebut. Menurutnya, kreativitas dan kemauan tinggi dari para warga yang menjadi  siswa Sekolah Rakyat  kini tinggal diarahkan.

"Tinggal dipoles sedikit, sudah bagus dan bisa meningkatkan taraf ekonomi mereka," ujar Heni, saat didapuk menjadi mentor dadakan untuk menjelaskan tentang tehnik packaging produk agar diminati pembeli.

Heni menambahkan, kegiatan sejenis Sekolah Rakyat ini masih cukup langka di Jawa Timur. Adapun terkait rapor atau sertifikat untuk peserta didiknya akan dikeluarkan oleh dinas-dinas terkait sesuai dengan jenis kreativitas yang ditekuni. "Misal ketrampilannya beternak, nanti sertifikatnya dari Disnakkan," ujar Lilik, selaku ketua Ikatan Guru Indonesia Jawa Timur yang turut hadir dalam acara tersebut. (ro/ab/2017)



Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System