Novi Rahman Hidhayat Sampaikan Pembelaan Usai Dituntut 9 Tahun Penjara

Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidhayat saat masih berada di Rutan Klas-II B Nganjuk dan mengikuti tahap awal persidangan, pada September 2021 silam/dok.matakamera.net
Jumat 31 Desember 2021

matakamera, Nganjuk - Usai dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa, Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidhayat menyampaikan pledoi atau nota pembelaannya pada Kamis (30/12/2021).

Pembelaan disampaikan terdakwa Novi di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, dalam sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk.

Untuk diketahui, pada sidang terdahulu (23/12/2021), Novi Rahman Hidhayat dijerat pasal berlapis dengan tuntutan 9 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan 8 bulan oleh tim JPU gabungan Kejari Nganjuk dan Kejagung.

Kini, dalam nota pembelaannya setebal 100 halaman, Novi menyebut kasus yang menjeratnya penuh dengan rekayasa. Ia bahkan menuding ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengkriminalisasi dirinya.

Hal itu dibuktikan dengan proses penangkapan dirinya yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak dilengkapi alat bukti yang cukup dan sah.

"Bahwa secara nyata terdakwa tidak dalam posisi tertangkap tangan menerima uang dari siapapun juga. Tetapi terdakwa ditangkap saat berbuka puasa," ujar Tis'at Afriyandi, penasihat hukum Novi yang ditunjuk membacakan pembelaan, Kamis (30/12/2021).

Terlebih, lanjut Tis'at, ada upaya pemaksaan barang bukti berupa uang Rp 11 juta dari saksi Jumali (Kades Joho) sebagai awal pengungkapan kasus ini. Padahal, dalam tuntutan JPU meminta kepada majelis hakim untuk mengembalikan uang tersebut kepada saksi Jumali. 

Ini yang aneh, uang Rp11 juta yang diserahkan Jumali sebagai bukti awal justru minta dikembalikan oleh JPU. Ini menunjukkan uang tersebut bukan sebagai bagian dari barang bukti tindak pidana, ujarnya. 


Tis'at pun kembali menjelaskan soal uang yang disita JPU dalam brankas Bupati Novi. Dirinya menganggap uang tersebut tidak dapat dibuktikan oleh JPU. Sebagaimana dalam fakta persidangan, uang tersebut justru terbukti sebagai uang hasil deviden kliennya yang akan digunakan untuk membayar kebutuhan selama puasa dan lebaran. 

Itu jadi titik tekan kami jika uang dalam brankas yang disita oleh aparat bukan merupakan hasil tindak pidana. Tetapi merupakan uang hasil keuntungan perusahaan milik Novi yang akan digunakan untuk membayar zakat, sembako dan kebutuhan lebaran lainnya, tambahnya.


Tis'at menyebut sejumlah alat bukti yang diperoleh penyidik Bareskrim pada 9 Mei 2021 tidak disertai dengan validitas administrasi. Mulai dari tidak adanya surat penangkapan, penggeledahan, hingga penyitaan. Bahkan, baru dilengkapi setelah hal tersebut dilaksanakan.

"Administrasi penyidikan baru dibuat setelah itu (9 Mei 2021), yaitu pada tanggal 10 dan 11 Mei 2021. Lalu, dasar apa dia menangkap? kan Novi tidak OTT, itu yang menjadi kejanggalan," ucapnya.


Menurutnya, prosedur penangkapan serta pemeriksaan para saksi juga diarahkan oleh penyidik. Sebab, sebagian saksi dalam persidangan menyampaikan beragam fakta. Mulai dari mengalami tekanan, diarahkan, hingga merasa apa yang disampaikan dalam BAP tak sesuai dengan yang dibuka dalam persidangan.

Saksi juga mencabut BAP, karena sudah menceritakan kejadian sebenarnya dalam sidang dan tidak ada arahan dari bupati Novi dan mengakui selama proses penyidikan ditekan dan diarahkan, paparnya.


Maka dari itu, pihaknya memohon kepada majelis hakim agar kliennya dapat dibebaskan dari segala tuntutan JPU.

Panji LS/Rif
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System