Tarif PPN Naik di 2022, Siap-Siap Harga Naik Pula

Rabu 12 Januari 2022

Oleh : Andrian Windiarta

Pemerintah dan DPR RI melalui Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengubah tarif umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diterapkan mulai 1 April 2022 menjadi 11% dan paling lambat pada 1 Januari 2025 naik lagi menjadi 12%.


Dikenakan pada seluruh barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP), dengan adanya fasilitas pembebasan PPN pula terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya.

Jadi masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok (misal sembako), jasa pendidikan, jasa kesehatan dan layanan sosial.

Kebijakan ini dinilai para ekonom dan para pengusaha belum tepat di tengah momentum pemulihan ekonomi pada tahun 2022, kebijakan yang dirasakan perlu justru seharusnya memperbanyak insentif yang mendorong minat masyarakat untuk melakukan konsumsi. Tarif baru 11% dinilai tepat jika paling cepat diberlakukan pada awal tahun 2023.

Tarif baru akan membuat harga Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam negeri naik, konsumen dikhawatirkan akan beralih melakukan konsumsi kepada produk-produk impor yang dijual secara daring (online) dianggap lebih murah.

Dilain sisi pengusaha membuat menyiasati keadaan ekonomi saat ini yang belum sepenuhnya pulih dengan produk-produk yang ‘dikecilkan’ atau memproduksi barang dengan harga sangat murah agar masyarakat mampu membeli daripada memilih cara menaikkan harga jual.

Jika keadaan ini dibiarkan maka akan sangat mengancam keberlangsungan hidup pelaku usaha dalam negeri.

Isu keadilan lebih penting daripada fokus kepada cara jual-beli yang dilakukan, karena dengan memberlakukan aturan PPN secara menyeluruh dan adil maka kompetisi dalam ekonomi akan sehat.

Selain itu bagaimana upaya pemerintah mendorong daya beli dan menumbuhkan pendapatan masyarakat sangat dinantikan karena jika tidak maka akan malah menimbulkan berbagai masalah baru.

Dapat dipahami akibat defisit anggaran negara maka pemerintah akan menerapkan berbagai aturan yang dirasakan kurang tepat dalam rangka membuat stabil anggaran negara dan komitmennya dalam pembangunan infrastrukur juga menyejahterakan masyarakat.

Sebagai warga negara dan komunitas pengusaha merupakan pihak yang diwajibkan untuk memungut PPN sudah seharusnya menjalankan kebijakan ini sesuai amanat Undang-Undang. Dari pengusaha untuk negeri.

Hormat kami, salam HIPMI pengusaha pejuang - pejuang pengusaha.

*Penulis adalah Bendahara Umum HIPMI BPC Nganjuk, Direktur Baraka Training & Consulting

Email: humas.hipminganjuk@gmail.com atau andrianbarakaa@gmail.com 
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System