Aturan Pajak Penghasilan Terbaru Awal 2023, Untung Ruginya untuk Pegawai

Sabtu 7 Januari 2023


Oleh : Andrian Windiarta*

Sebagai turunan dari Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pemerintah membuat penyesuaian aturan di bidang Pajak Penghasilan (PPh). Salah satu penyesuaian tersebut adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Secara garis besar tidak ada yang baru dari PP tersebut, hanya lebih merinci terkait posisi PP sebagai turunan UU HPP. Namun tetap ada aturan yang bisa dianggap cukup krusial didalam PP yaitu pajak natura yang ditanggung karyawan dan potensi pembayaran PPh 21 lebih besar terkait lapisan tarif pajak baru 35%.

Natura atau tunjangan dalam bentuk natura (barang/jasa) adalah penerimaan karyawan yang sifatnya rutin atau teratur dalam bentuk natura (barang/jasa) seperti tunjangan makan, transportasi, tunjangan keluarga, perumahan (seperti mess karyawan atau rumah dinas) dan tunjangan lainnya.

Di dalam peraturan perpajakan lama (sebelum UU HPP tahun 2022) semua imbalan natura ke pegawai bukan merupakan obyek pajak, namun sejak UU HPP tahun 2022 berbalik 180 derajat menjadi obyek PPh dan pengenaan pajaknya dilakukan melalui pemotongan pajak oleh pemberi kerja.

Pajak natura untuk periode januari hingga desember 2022 tidak ada pemotongan PPh 21 sehingga seluruh pegawai di republik ini harus menghitung sendiri besaran imbalan natura selama 2022 dan menghitung pajaknya sendiri, bukan melalui pemotongan oleh pemberi kerja akibat aturan pajak sejak awal 2022 namun baru diterbitkan di akhir 2022 lalu.

Hal ini membuat seluruh pegawai suka tidak suka wajib mengumpulkan bukti-bukti terkait imbalan natura mereka peroleh selama 2022.

Permasalahan lain terkait pajak natura adalah siapa yang akan menanggung pajak natura di tahun 2022 karena faktanya selama ini PPh 21 pegawai ditanggung oleh pemberi kerja. Juga alangkah bijaknya jika batasan imbalan natura yang menjadi non obyek pajak dibuatkan aturannya, tidak seluruhnya natura adalah obyek pengenaan pajak penghasilan.

Isu selanjutnya adalah potensi pembayaran PPh 21 yang akan lebih besar karena ada tambahan lapisan tarif pajak sebesar 35% untuk penghasilan diatas Rp5miliar per tahun yang tertuang didalam UU HPP. Tarif ini memang hanya diberlakukan untuk para pemimpin perusahaan yang selain mendapatkan penghasilan tinggi juga mendapatkan imbalan natura yang dianggap super mewah.

Meskipun dengan segala keriuhan akibat peraturan baru ini, penerapannya dianggap memiliki dampak positif kepada penerimaan negara seperti pencegahan perencanaan perpajakan yang bisa terjadi seperti shifting penghasilan berupa tunai ke bentuk natura, kemudian pengurangan ketimpangan akibat kelompok berpenghasilan tinggi yang umumnya mendapatkan fasilitas atau natura lebih tinggi daripada kelompok lainnya, jika tidak dipajaki maka ketimpangan lebih tinggi. Selanjutnya ketentuan pajak natura sejalan dengan praktek perpajakan internasional (fringe beneft tax)

Hormat kami, salam HIPMI pengusaha pejuang - pejuang pengusaha. (*)

*Andrian Windiarta adalah Bendahara Umum BPC HIPMI Kabupaten Nganjuk dan Direktur Baraka Training & Consulting.

Email: humas.hipminganjuk@gmail.com atau andrianbarakaa@gmail.com
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System