Menyoal Pemblokiran Rekening Nasabah

Direktur LKHP Indonesia Dr Wahju Prijo Djatmiko SH, M.Hum, M.Sc
Kamis 16 Maret 2023

matakamera.net - Akhir-akhir ini, masyarakat digegerkan dengan sejumlah kasus pemblokiran rekening nasabah. Pemblokiran dan/atau pembebanan sita atas suatu rekening atau simpanan atas nama seseorang maupun badan memang erat kaitannya dengan rahasia nasabah.

Persoalan ini mendapat sorotan Direktur LKHP Indonesia Dr Wahju Prijo Djatmiko SH., M.Hum., M.Sc. Menurut Dr Wahju, dalam ranah pidana, pada dasarnya pemblokiran dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.

Yakni, apabila nasabah pemilik rekening telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim sebagaimana diatur pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 2/ 19 /PBI/2000 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

Norma hukum tersebut menurut Dr Wahju senafas dengan Pasal 29 ayat (4) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pada pokoknya hanya penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.

"Adapun dilihat dari kacamata perdata, apabila pemblokiran atas dasar kesepakatan maka pemblokiran rekening tersebut berkonsekuensi tidak melanggar hukum sebagaimana Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat yakni kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang," terang Dr Wahju.

"Hal ini berbeda apabila tidak adanya persetujuan dan kuasa dari nasabah, maka pemblokiran rekening secara sepihak berkonsekuensi melanggar hukum sebagaimana  Pasal 1365 KUHPerdata, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut," imbuhnya.

Apabila bank memblokir tanpa sepengetahuan dan kuasa nasabah, lanjut Dr Wahju, maka bank patut diduga telah melakukan perbuatan pidana karena menyimpang dari ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menegaskan bahwa pihak terafiliasi (anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, dan yang lainnya) yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 100 miliar.

Rif/Nji
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System