![]() |
Gambar ilustrasi AI matakamera.net |
Mereka menilai, kondisi ini bertentangan dengan semangat pemerataan kesempatan, yang seharusnya memberi ruang seluas-luasnya bagi pelaku usaha lokal.
Ketua Perkumpulan Masyarakat Dadung Darmasila Kabupaten Nganjuk, Arif Rahman, menegaskan bahwa pembangunan daerah idealnya menjadi peluang bersama, bukan hanya dimonopoli oleh segelintir pihak.
“Di Nganjuk ini banyak perusahaan lokal. Jangan sampai proyek hanya dinikmati segelintir orang. Kalau bisa dikerjakan bersama. UMKM juga perlu dilibatkan sebagaimana diamanatkan dalam Perda Nganjuk Nomor 6 Tahun 2020,” ujar Arif.
Arif menambahkan, keresahan ini bukan tanpa alasan. Ia banyak menerima keluhan langsung dari kontraktor lokal maupun pelaku usaha di Nganjuk yang merasa tidak diberi kesempatan dalam pekerjaan fisik Pemkab.
“Banyak keluhan dari teman-teman kontraktor dan pengusaha lokal. Mereka merasa tersisih, hanya jadi penonton di rumah sendiri. Padahal, putra daerah harusnya menjadi aktor utama pembangunan di Nganjuk,” tegasnya.
Menurut Arif, jika proyek-proyek pembangunan lebih banyak dikerjakan oleh satu pihak tertentu saja, maka dampaknya bukan hanya soal hilangnya peluang usaha, tetapi juga melemahkan daya saing ekonomi lokal. “Kalau begitu, putra daerah dapat apa? Harusnya kita yang jadi tuan rumah,” tandasnya.
Arif bahkan menyebut, dugaan penguasaan proyek fisik oleh pihak tertentu di Kabupaten Nganjuk sangat gamblang, sampai ke persentasenya. "Sekitar 65 persen lebih (pekerjaan fisik) dikuasai satu pihak saja," ungkap Arif.
Menanggapi permasalahan ini, Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi menegaskan bahwa pemerintah daerah tetap berpegang pada aturan yang berlaku, terutama regulasi dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Ia menolak anggapan bahwa pihaknya bisa secara langsung menentukan kontraktor.
“Saya tetap mendukung kontraktor lokal. Prinsipnya, jangan sampai APBD Nganjuk dikerjakan orang luar. Tetapi penunjukan kontraktor itu melalui aturan, bukan ditentukan langsung oleh saya,” ungkap Marhaen, Selasa (2/9/2025).
Meski begitu, Marhaen mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak isu tanpa dasar. “Soal persentase itu harus ada data. Jangan sampai fitnah. Pemimpin tidak boleh hanya mendengar isu lalu mengambil sikap. Semua harus dicek dan dikaji,” tegasnya.
Kendati demikian, Bupati menegaskan kembali komitmennya agar kontraktor lokal mendapatkan porsi besar dalam pembangunan di Nganjuk. “Kontraktor lokal harus jadi tuan rumah. Kalau bisa, seratus persen program pembangunan dikerjakan putra daerah Nganjuk,” tambahnya.
Di tengah polemik ini, sejumlah proyek pembangunan tetap berjalan. Bupati Marhaen menyebut salah satunya adalah perbaikan akses penghubung dua desa di Kecamatan Rejoso. Marhaen menyebut kelancaran pembangunan jalan tersebut tak lepas dari dukungan tokoh muda asal Rejoso Aushaf Fajr Herdiansyah.
Marhaen juga memastikan, sejumlah program yang sempat tertunda akibat perubahan regulasi pusat akan segera dieksekusi begitu ada kejelasan aturan lanjutan.
Isu dugaan monopoli proyek di Nganjuk ini menjadi perhatian publik lantaran menyangkut keadilan distribusi pembangunan dan keberpihakan terhadap pelaku usaha lokal.
Masyarakat berharap pemerintah dapat benar-benar memastikan bahwa kesempatan pembangunan tidak dikuasai kelompok tertentu, melainkan menjadi ruang gotong royong demi kesejahteraan bersama.
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Posting Komentar