Memahami Pasal Gratifikasi, Senjata untuk Menjerat Penerima dan Pemberi

nganjuk
KPK sampai saat ini masih fokus pada dua pasal tipikor yang disangkakan kepada Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, salah satunya pasal 12B UU Nomor 20/2001, yang mengatur gratifikasi (matakamera.net)
Selasa, 31 Januari 2017
matakamera, Nganjuk – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami proses penyidikan kasus korupsi, yang menjerat Bupati Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka. Sementara ini, komisi antirasuah masih memusatkan penyidikan salah satunya yang terkait pasal gratifikasi.

Agenda pemeriksaan puluhan saksi hingga pengusutan aset-aset fisik diduga milik Taufiqurrahman di Kabupaten Nganjuk, pada 24-28 Januari 2017 kemarin, disebut-sebut juga masih seputar pasal tersebut.  Salah satunya, berupa lahan 10 hektare di Desa Suru, Kecamatan Ngetos. Begitu juga dengan sejumlah lahan di lokasi lain yang menurut informasi seluas total 50 hektare.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menjelaskan, penyidikan gratifikasi ini bertujuan mengungkap, apakah ada penerimaan-penerimaan selama tersangka Taufiqurrahman menjabat bupati, dalam kurun tahun 2009 sampai 2015. “Memang benar, kami mendalami terkait dengan kepemilikan aset tersangka yang diduga bersumber dari pihak-pihak berkepentingan,” ujar Febri, dalam keterangan via telepon dengan sejumlah wartawan di Nganjuk, Jumat 29 Januari 2017.

Selebihnya, Febri kembali menekankan bahwa sejauh ini fokus penyidikan masih seputar pasal gratifikasi, belum sampai ke tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money laundry. Menurutnya, Dalam pasal gratifikasi nantinya juga ada ketentuan pembuktian terbalik. Yakni, pembuktian terhadap kekayaaan tersangka dibandingkan penghasilannya yang wajar.

Tak Berlaku Jika Penerima Mau Melaporkan Sejak Awal 

KPK juga telah merilis uraian lengkap seputar pasal gratifikasi dalam laman kpk.go id, merujuk penjelasan Pasal 12B Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2001. Seperti dirangkum matakamera.net, gratifikasi mencakup pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi itu baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Adapun pengecualiannya, menurut UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1), bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.

Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 berbunyi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Sedangkan pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK

Hukuman Maksimal Penjara Seumur Hidup 

Aturan hukum gratifikasi dalam Pasal 12 UU No. 20/2001 menyebut :

Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar :

1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Bagaimana dengan si pemberi?

Pasal 5 UU Tipikor menyebut, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a.    memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b.    memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.(ab)
(Editor : Panji Lanang Satriadin)

Baca juga : KPK Periksa Bupati Nganjuk sebagai Tersangka
  
Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System