Arjuna, Srikandi dan Punokawan Rapat Darurat di Sungai Brantas, Lho Ada Apa?

kertosono
Kelompok teater Sastrajendra memeragakan tokoh punokawan, Arjuna dan Srikandi, sebagai aksi damai agar pemerintah mau mempertahankan Jembatan Lama Kertosono sebagai cagar budaya Nganjuk
matakamera, Nganjuk -  Jumat 25 Maret 2016, sekelompok seniman asal Nganjuk, Jawa Timur, melakukan kegiatan tak lazim di atas Jembatan Lama Kertosono, yang berada di atas Sungai Brantas perbatasan Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk. Mereka yang tergabung dalam kelompok teater Sastrajendra, Patianrowo, tampak mengenakan kostum ala tokoh-tokoh populer di pewayangan Jawa, antara lain grup punokawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong, serta salah satu anggota Pandawa Lima yaitu Prabu Arjuna, dan istrinya si pendekar pemanah Srikandi.
Tepat di atas jembatan yang sudah berdiri pada tahun 1800-an itu, puluhan pemuda dan seniman kreatif  menampilkan adegan yang mereka beri judul “Punokawan Gugat”. Untuk jalan cerita yang dimainkan oleh para pemeran tokoh pewayangan ini juga sangat unik. Mereka tidak mengikuti pakem pewayangan seperti pada cerita punokawan pada umumnya. Tetapi, mengusung kritikan dan saran untuk pemerintah, agar menjaga jembatan yang kini sudah tidak difungsikan sebagai jalur transportasi utama tersebut. “Alur cerita yang kita usung berisi kritik dan saran bagi pemerintah agar melestarikan jembatan ini,” Luqman Surya, pengasuh Sastrajendra.
Pakaian ala tokoh pewayangan ini sengaja dikenakan oleh para pemuda kreatif itu dalam memberikan saran maupun  kritik kepada pemerintah, yang kemarin disimbolkan pada sosok Arjuna dan Srikandi. Pertunjukan teater terbuka itu sendiri tak ubahnya sebagai rapat darurat, antara rakyat dengan pemerintah untuk membahas keberlangsungan jembatan yang bernilai sejarah tinggi dan sakral bagi masyarakat Nganjuk itu.
Para pemain Sastrajendra menilai, Jembatan Lama Kertosono dahulu merupakan jalur penghubung yang dilewati pemuda asal Nganjuk maupun Kertosono dalam membantu mempertahankan kemerdekaan. Selain itu, area di sekitar jembatan menurut beberapa sumber, dulunya juga kerap terjadi pertempuran antara  warga setempat dengan para penjajah. “Kalau tidak ada jembatan ini, mungkin dulu para pejuang dari barat sungai kesulitan untuk membantu saudara mereka untuk mempertahankan kemerdekaan,” kisah Luqman.
Melalui pertunjukan berdurasi sekitar dua jam itu, Luqman dan teman-temannya berharap jembatan tidak sampai ditutup total meskipun sudah tidak terpakai. Menurutnya, akan lebih bijak jika jembatan yang mengandung nilai sejarah tinggi ini dijadikan monumen. Bahkan, akan lebih membawa manfaat lagi jika Jembatan Lama Kertosono bisa dijadikan sebagai objek wisata edukasi, maupun taman belajar. (ab)

Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Comments System