Larangan Debt Collector Mengambil Paksa Kendaraan Konsumen

Rabu 29 Oktober 2025


Oleh : ADHETYA TRI BIMANTARA, S.H.


Dalam praktik pembiayaan kendaraan bermotor di Indonesia, sering terjadi penarikan paksa kendaraan oleh pihak debt collector (penagih utang) atas nama perusahaan pembiayaan (leasing) terhadap konsumen yang menunggak angsuran.

Tindakan tersebut sering menimbulkan konflik, kerugian materiil, maupun pelanggaran hukum, karena dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah.

Oleh karena itu, perlu diberikan pendapat hukum (legal opinion) mengenai apakah debt collector berwenang untuk mengambil paksa kendaraan konsumen yang masih dalam pembiayaan.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
• Pasal 1 angka 2: Jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda berdasarkan kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemberi fidusia.
• Pasal 29 ayat (1): Jika debitor atau pemberi fidusia wanprestasi, maka eksekusi objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial (“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”).

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019
• MK menegaskan bahwa eksekusi jaminan fidusia tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh perusahaan pembiayaan.
• Penarikan kendaraan hanya dapat dilakukan apabila:
- Terdapat kesepakatan sukarela antara debitor dan kreditur; atau
- Kreditur telah memperoleh penetapan dari pengadilan.

3. Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2023 tentang Perlindungan terhadap Masyarakat dalam Penanganan Sengketa Konsumen dengan Perusahaan Pembiayaan
• Menginstruksikan agar kepolisian tidak memberikan bantuan pengamanan terhadap penarikan kendaraan yang dilakukan oleh debt collector tanpa dasar hukum yang sah.
• Penarikan hanya boleh dilakukan oleh pihak yang memiliki sertifikat profesi penagihan dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dan harus disertai surat tugas resmi dari perusahaan pembiayaan.

4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
• Pasal 365 KUHP: Pengambilan barang milik orang lain dengan kekerasan atau ancaman termasuk tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
• Pasal 368 KUHP: Pemaksaan dengan ancaman termasuk tindak pidana pemerasan.

Analisis Hukum

• Kendaraan yang menjadi objek pembiayaan (leasing) memang merupakan jaminan fidusia milik perusahaan pembiayaan sampai pelunasan selesai. Namun, selama belum dieksekusi secara sah, kendaraan tetap dalam penguasaan sah konsumen (pemberi fidusia).
• Berdasarkan UU Jaminan Fidusia dan Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019penarikan kendaraan oleh debt collector tanpa penetapan pengadilan atau persetujuan sukarela merupakan tindakan melawan hukum.
• Jika penarikan dilakukan dengan kekerasan, ancaman, atau pemaksaan di jalan umum, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana (pencurian atau perampasan), yang dapat dilaporkan ke pihak kepolisian.
• Kepolisian tidak boleh membantu debt collector menarik kendaraan tanpa adanya dasar hukum atau putusan pengadilan, sesuai Surat Edaran Kapolri di atas.

Kesimpulan

• Debt collector tidak memiliki kewenangan hukum untuk mengambil paksa kendaraan yang masih dikuasai konsumen, kecuali:
• Ada penetapan atau perintah pengadilan, atau
• Ada persetujuan tertulis sukarela dari pihak konsumen.
• Tindakan pengambilan paksa kendaraan tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai:
• Perbuatan melawan hukum (PMH) secara perdata; dan/atau
• Tindak pidana pencurian, perampasan, atau pemerasan sebagaimana diatur dalam KUHP.
• Konsumen yang menjadi korban dapat:
- Melaporkan ke Kepolisian RI atas dugaan tindak pidana, dan
- Mengajukan gugatan perdata terhadap perusahaan pembiayaan dan/atau debt collector terkait.

Rekomendasi

Perusahaan pembiayaan wajib mematuhi ketentuan UU Jaminan Fidusia dan putusan MK, serta melakukan eksekusi melalui pengadilan jika konsumen menolak menyerahkan kendaraan.
• Debt collector wajib memiliki sertifikat profesi dan surat tugas resmi, serta dilarang menggunakan kekerasan atau ancaman dalam proses penagihan.
• Konsumen disarankan untuk mendokumentasikan setiap tindakan pengambilan paksa dan melapor ke pihak berwenang jika terjadi pelanggaran.

Penutup

Demikian pendapat hukum ini dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan pengadilan yang relevan. Pendapat ini bersifat umum dan tidak menggantikan nasihat hukum spesifik terhadap kasus konkret.
 
Penulis:
ADHETYA TRI BIMANTARA, S.H.
Advokat dan Konsultan hukum pada ASTARA Law Firm
Perum Green Kertajaya No. A21, Desa Nambaan, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri
0857-0777-0002/ 0813-333-5959
astaralawfirm@gmail.com


Share on Google Plus

About matakamera.net

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Comments System